BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Islam sebagai agama yang Syumul (mencakup berbagai hal) duniawi dan
ukhrawi memberi solusi dalam segala hal, termasuk didalamnya obat dan
pengobatan.
Menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk
diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada
manusia atau hewan.
Sedangkan pengobatan berasal
dari bahasa Latin yaitu ars
medicina, yang berarti seni
penyembuhan. Pengobatan adalah
ilmu dan seni penyembuhan. Bidang keilmuan ini mencakup berbagai praktek
perawatan kesehatan yang secara kontinu terus berubah untuk mempertahankan dan
memulihkan kesehatan dengan cara pencegahan dan mengobati penyakit.
Hadist merupakan segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan
dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum
dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain
Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan
sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.
Allah menjadikan bagi manusia sesuatu yang dapat menjaga,
memelihara, dan menolongnya dalam menghadapi kehidupan di alam sekitarnya.
Allah menciptakan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan manusia, baik makanan
maupun obat-obatan pada tumbuh-tumbuhan yang berasal dari bumi, serta sesuatu
yang tumbuh dari tanaman dan pohon-pohon. Bumi ini adalah tempat manusia
diciptakan dan kepada bumi itu juga mereka dikembalikan.
Oleh karena itu, siapapun yang menderita suatu penyakit dan mencari
obatnya di dalam Al-Quran dan hadist karena keduanya merupakan kunci
keberhasilan menghadapi penyakit jasmani dan rohani.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana obat dan pengobatan dijelaskan di dalam hadist?
2. Bagaimana pengobatan yang manjur sesuai hadist?
2.3
Tujuan
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan ditulisnya makalah ini
adalah untuk:
1.
Mengetahui
hadist yang menjelaskan tentang obat dan pengobatan.
2.
Mengetahui
metode pengobatan yang manjur berdasarkan hadist.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Hadist Tentang Obat dan Pengobatan
Penyakit
ada dua macam, yaitu penyakit hati dan penyakit jasmani. Metodologi pengobatan
Nabi terhadap penyakit ada tiga, yaitu:
1. Menggunakan obat alamiyah (makanan/minuman/terapi).
2. Menggunakan obat Ilahiyah (dengan ruqyah/do'a).
3. Kombinasi dari keduanya.
Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ماَ اللهُ
دَاءً إِلاَّ أَنْزَلَ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً
Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia turunkan
pula obat untuk penyakit tersebut." (HR. Bukhari).
Salah
satu nikmat dari Allah ketika Allah Subhaanahu wata’aala, memberikan obat dari
penyakit apa saja yang diderita oleh seorang hamba. Dari ayat tersebut
membuktikan bahwa betapa Maha pengasih dan Maha besar Allah telah memberikan
obat atas segala macam penyakit. Dan sudah seharusnya kita bersyukur atas
rahmat dan karunia yang diberikan oleh Allah SWT. Hadist tersebut juga
memberikan pelajaran agar kita selalu memiliki keyakinan tentang apapun
penyakit yang kita derita pastilah ada obatnya.
Disebutkan pula dari hadits Usamah bin
Syarik radiallohu anhu, berkata :
Telah datang seorang Baduwi kepada Rasulullah Shallallohu ‘alaihi
wasallam, lalu berkata: Wahai Rasulullah, Siapakah manusia terbaik?
Beliau menjawab: yang paling baik akhlaknya. Lalu Ia bertanya lagi: Wahai
Rasulullah, Apakah boleh kami berobat? Jawab Rasulullah Shallallohu ‘alaihi
wasallam, :
تَدَاوَوْا فان اللَّهَ لم يُنَزِّلْ دَاءً ألا أَنْزَلَ له
شِفَاءً عَلِمَهُ من عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ من جَهِلَهُ
“Berobatlah
wahai hamba Allah, sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit melainkan
Allah menurunkan obat untuknya, ada yang mengetahuinya dan ada pula yang tidak
mengetahuinya.”
Hadits di atas memberikan pengertian kepada kita bahwa semua
penyakit yang menimpa manusia maka Allah turunkan obatnya. Kadang ada
orang yang menemukan obatnya, ada juga orang yang belum bisa menemukannya. Oleh
karenanya seseorang harus bersabar untuk selalu berobat dan terus berusaha
untuk mencari obat ketika sakit sedang menimpanya.
Namun sangat disayangkan, di masa sekarang terkadang seorang
terjatuh pada kesalahan dalam mencari obat. Itu semua disebabkan karena
lemahnya kesabaran dan kurangnya ilmu pengetahuan, baik ilmu tentang agamanya
maupun ilmu tentang pengobatan. Mereka berobat dengan cara yang berseberangan
dengan syari’at bahkan terjatuh dalam pelanggaran syari’at. Bahkan ada pula
yang sampai pada cara-cara kesyirikan dan kekufuran, yang mereka istilahkan
dengan “Pengobatan Alternatif.”
Dalam beberapa penanganan pasien, sang “dokter alternatif” kadang
membacakan bacaan-bacaan tertentu atau mantra-mantra tertentu yang semua mantra
dan bacaan itu tidak dikenal dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah (petunjuk
Rasulullah). Mereka juga melakukan gerakan-gerakan tertentu atau mungkin dengan
syarat-syarat tertentu yang harus disiapkan sebelum pengobatan.
Terkadang pula kaum muslimin dalam berobat datang kepada orang
pinter (paranormal). Sebagian dari mereka tidak menamai diri mereka “dukun”
atau “tukang santet”, tapi mereka menamakan diri mereka dengan sebutan “kiyai”.
Atribut keislaman yang mereka (kiyai) sandang menjadikan sebab tertipunya kaum
muslimin. Seperti jubah putih nan panjang, tasbih yang dikalungkan di lehernya,
atau dengan sebagian ayat-ayat Al-Qur’an yang mereka baca atau yang lainnya
menjadikan kaum muslimin tertipu. Kaum muslimin mengira mereka sebagai orang
yang pinter, dan shaleh, sehingga langsung mempercayainya. Padahal Nabi kita
yang mulia bersabda,
مَنْ
أَتَي عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِيْنَ
لَيْلَةً
“Barang
siapa yang mendatangi seorang dukun kemudian dia bertanya tentang sesuatu (dia
mempercayainya) maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari.”
Ini adalah peringatan sekaligus ancaman dari Rasulullah
tentang besarnya dosa perbuatan tersebut.
Seorang muslim harus selalu
berbaik sangka kepada Allah dan selalu menyadari bahwa Allah akan
memberikan pahala dan ampunan dari dosa dan kesalahannya manakala dia sabar
ketika musibah itu menimpa padanya dan harus selalu ingat sabda nabinya, dimana
Nabi pernah bersabda,
مَا يُصِيْبَ الْمُسْلِمُ مِنْ نَصْبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ
وَلَا حَزَنٍ وَلَا أَذَى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةَ يُشَاكِهَا إِلَّا
كَفَرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah menimpa seorang muslim satu kelelahan, kesakitan,
kesusahan, kesedihan, gangguan dan gundah gulana sampai terkena duri, maka itu
semua menjadi penghapus dari dosa dan kesalahannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat yang lain Nabi juga bersabda,
مَنْ
يُرِدِ اللهُ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ
“Barang siapa yang Allah
kehendaki kebaikan maka Allah akan menimpakan ujian musibah kepadanya.”
Maka sikap yang paling tepat bagi seorang mukmin ketika diuji
dengan suatu penyakit adalah bersabar menjalani sakitnya dan terus berusaha
untuk mencari obatnya. Tentu saja dengan pengobatan-pengobatan yang sesuai
dengan syari’at.
Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu merinci hukum berobat menjadi
beberapa keadaan, sebagai berikut:
1.
Bila diketahui atau diduga kuat bahwa berobat sangat bermanfaat
dan meninggalkannya akan berakibat kebinasaan, maka hukumnya wajib.
2.
Bila diduga kuat bahwa berobat sangat bermanfaat, namun
meninggalkannya tidak berakibat kebinasaan yang pasti, maka melakukannya lebih
utama.
3.
Bila dengan berobat
diperkirakan kadar kemungkinan antara kesembuhan dan kebinasaannya sama, maka
meninggalkannya lebih utama agar dia tidak melemparkan dirinya dalam kehancuran
tanpa disadari. (Lihat Asy-Syarhul Mumti’, 2/437)
Secara garis besar, berobat merupakan perkara yang disyariatkan
selama tidak menggunakan sesuatu yang haram. Hal ini sebagaimana ditegaskan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
إِنَّ اللهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ
دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
“Sesungguhnya Allah telah
menurunkan penyakit dan obatnya, demikian pula Allah menjadikan bagi setiap
penyakit ada obatnya. Maka berobatlah kalian dan janganlah berobat dengan yang
haram.” (HR. Abu Dawud dari Abud
Darda` radhiallahu ‘anhu)
2.2
Syarat Pengobatan yang Manjur
2.2.1
Pengobatan yang tepat
• Tepat ketika
mendiagnosis penyakit yang Anda derita
• Tepat memilih
obat
• Tepat dalam
dosis obat
• Tepat waktu
penggunaan
•
Tepat dengan menghindari berbagai pantangan dan hal lain yang menghambat kerja
obat.
وَجَلَّ عَزَّ اللَّهِ بِإِذْنِ بَرَأَ
الدَّاءِ دَوَاءُ أُصِيبَ فَإِذَا دَوَاءٌ
دَاءٍ لِكُلِّ
“Setiap penyakit ada obatnya, dan bila telah ditemukan dengan tepat
obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan izin Allah Azza wa Jalla.” (HR. Muslim)
Pada hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaitkan
kesembuhan dengan ketepatan (kecocokan) obat dengan penyakit. Dan setiap
penyakit pasti memiliki obat yang menjadi penawarnya, yang dengannya penyakit
itu diobati. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaitkan kesembuhan
dengan ketepatan dalam pengobatan karena obat suatu penyakit bila melebihi
kadar penyakit, baik pada metode penggunaan atau dosis yang semestinya akan
berubah menjadi penyakit baru. Bila metode penggunaan atau dosis kurang dari
yang semestinya, maka tidak akan mampu melawan penyakit, sehingga
penyembuhannya pun tidak sempurna. Bila seorang dokter salah dalam memilih
obat, atau obat yang ia gunakan tidak tepat sasaran, maka kesembuhan tak kan
kunjung tiba. Bila waktu pengobatan dilakukan tidak tepat dengan obat tersebut,
niscaya obat tidak akan berguna. Bila badan pasien tidak cocok dengan obat
tersebut atau fisiknya tidak mampu menerima obat tersebut atau ada penghalang
yang menghalangi kerja obat tersebut, niscaya kesembuhan tak kan kunjung tiba.
Semua itu dikarenakan ketidaktepatan dalam pengobatan. Bila pengobatan tepat
dalam segala aspeknya, pasti dengan izin Allah kesembuhan akan diperoleh.
Inilah penafsiran terbaik bagi hadits di atas.
2.2.2
Izin Allah
Sebagai
seorang muslim kita pasti beriman kepada takdir Allah. Mempercayai bahwa segala
sesuatu di dunia ini terjadi atas kehendak dan ketentuan dari Allah Ta’ala.
بِقَدَرٍ خَلَقْنَاهُ شَيْءٍ كُلَّ
إِنَّ
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu
menurut takdir (ketentuan)” Al-Qomar : 49
Dalil tersebut menyatakan bahwa
kesembuhan, tidak ada seorang pun yang mampu
menyegerakan
kedatangannya, dan tidak seorang pun yang mengetahui waktu kedatangannya.
Maksudnya, bila Allah telah menentukan suatu penyakit menimpa seseorang, atau
bila ajal telah datang maka berbagai upaya yang ditempuh manusia untuk
menghindari tidak lagi berguna, dan kehendak Allah lah yang pasti terjadi.
Keyakinan ini tidak boleh kita lupakan kapan pun kita berada, serta apa pun
profesi kita. Kaitannya dengan proses pengobatan setiap penyakit yang kita
derita, maka dapat dirangkum dalam beberapa hal berikut:
1.
Hendaknya
kita yakin, bahwa yang menciptakan penyakit adalah Allah, dan yang menentukan
bahwa penyakit tersebut menimpa kita adalah Allah. Kita tidak perlu berkeluh
kesah, kita menerima semuanya dengan lapang dada. Percayalah bahwa dibalik
penyakit tersebut pasti tersimpan beribu-ribu hikmah. Dengan cara ini, apapun
yang kita alami akan mendatangkan kebaikan bagi kita, baik di dunia ataupun di
akhirat.
2.
Hal
selanjutnya yang hendaknya kita lakukan ialah memohon kesembuhan kepada Allah,
menumbuhkan keimanan dan keyakinan bahwa hanya Allah-lah yang dapat
menyembuhkan penyakit kita. Oleh karenanya, Rasulullah Shallallahui ‘alaihi
wa sallam mengajarkan kepada umatnya doa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1.
Penyakit
ada dua macam, yaitu penyakit hati dan penyakit jasmani.
2.
Syarat
Pengobatan yang Manjur adalah dengan pengobatan yang tepat dan atas izin dari Allah.
3.
Hal
yang harus kita lakukan adalah yakin bahwa yang menciptakan penyakit adalah
Allah dan yang menentukan bahwa penyakit tersebut menimpa kita adalah Allah
maka kita harus memohon kesembuhan kepada Allah.
3.2 Saran
Hendaknya kita meyakini bahwa yang menciptakan penyakit adalah
Allah dan yang menyembuhkan penyakit adalah Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, M.H.M.,2007, Mukjizat
Kedokteran Nabi, Qultummedia,Jakarta Selatan.
0 komentar:
Posting Komentar