a. Pertempuran Lima Hari Di Semarang
Latar belakang :
Pertempuran
dimulai pada tanggal 15 Oktober 1945 (walau kenyataannya suasana sudah mulai memanas
sebelumnya) dan berakhir tanggal 20 Oktober 1945. 2 hal utama yang menyebabkan
pertempuran ini terjadi karena larinya tentara Jepang dan
tewasnya dr. Kariadi
Proses :
Pertempuran
5 Hari di Semarang adalah serangkaian pertempuran antara rakyat Indonesia di
Semarang melawan Tentara Jepang. Pertempuran ini adalah perlawanan terhebat
rakyat Indonesia terhadap Jepang pada masa transisi. Pertempuran dimulai pada
tanggal 15 Oktober 1945 (walau kenyataannya suasana sudah mulai memanas
sebelumnya) dan berakhir tanggal 20 Oktober 1945.
Sekitar
pukul 3.00 WIB, 15 Oktober 1945, Mayor Kido memerintahkan sekitar 1.000
tentaranya untuk melakukan penyerangan ke pusat Kota Semarang.
Sementara itu, berita gugurnya dr. Kariadi yang dengan cepat tersebar, menyulut kemarahan warga Semarang. Hari berikutnya, pertempuran meluas ke berbagai penjuru kota. Korban berjatuhan di mana-mana. Pada 17 Oktober 1945, tentara Jepang meminta gencatan senjata, namun diam-diam mereka melakukan serangan ke berbagai kampung. Pada 19 Oktober 1945, pertempuran terus terjadi di berbagai penjuru Kota Semarang.Pertempuran ini berlangsung lima hari dan memakan korban 2.000 orang Indonesia dan 850 orang Jepang. Di antara yang gugur, termasuk dr. Kariadi dan delapan karyawan RS Purusara.Berdasarkan kejadiannya, kronologis pertempuran lima hari di Semarang dapat dijabarkan sebagai berikut :
Sementara itu, berita gugurnya dr. Kariadi yang dengan cepat tersebar, menyulut kemarahan warga Semarang. Hari berikutnya, pertempuran meluas ke berbagai penjuru kota. Korban berjatuhan di mana-mana. Pada 17 Oktober 1945, tentara Jepang meminta gencatan senjata, namun diam-diam mereka melakukan serangan ke berbagai kampung. Pada 19 Oktober 1945, pertempuran terus terjadi di berbagai penjuru Kota Semarang.Pertempuran ini berlangsung lima hari dan memakan korban 2.000 orang Indonesia dan 850 orang Jepang. Di antara yang gugur, termasuk dr. Kariadi dan delapan karyawan RS Purusara.Berdasarkan kejadiannya, kronologis pertempuran lima hari di Semarang dapat dijabarkan sebagai berikut :
a.
7 oktober :
pemuda Semarang berusaha melucuti senjata Tentara Jepang di Jatingaleh.
Sementara di saat yang sama, pimpinan Jepang dan pemuda berunding mengenai
penyerahan senjata.
b.
13 oktober
: suasana semakin menegang dan Jepang semakin terdesak.
c.
14 oktober
: Mayor Kido menolak penyerahan senjata. Pukul 06.30, Aula RS Purusara
dijadikan markas perjuangan dan pemuda mencegat serta memeriksa mobil Jepang
yang lewat. Mereka juga menyita sedan milik Kampetai. Sore harinya, pemuda
menjebloskan Tentara Jepang ke Penjara Bulu namun pukul 18.00 Jepang
melancarkan serangan mendadak kepada delapan polisi istimewa yang menjaga
Resevoir Siranda di Candi. Kedelapan Polisi itu disiksa dan sore itu juga
tersirat kabar kalau Jepang menebar racun dalam reservoir tersebut. Selepas
Maghrib, dr. Kariadi memutuskan untuk segera memeriksa reservoir itu namun
istrinya, drg. Sonarti, mencoba mencegahnya karena ia berpendapat bahwa suasana
sedang sangat berbahaya namun tidak berhasil. Sayangnya, dalam perjalanan dr.
Kariadi dan beberapa tentara pelajar, mereka ditembak secara keji. Dr. kariadi sempat dibawa ke
rumah sakit sekitar namun tidak dapat diselamatkan. Selain kejadian di atas,
pada hari itu juga terjadi pemberontakan 4.000 tentara Jepang di Cepiring.
d.
15 oktober:
pukul 03.00, Mayor Kido menyuruh 1.000 tentara untuk melakukan penyerangan ke
pusat kota mendengar berita penangjkapann Jenderal Nakamura dan berita gugurnya
dr. Kariadi menyulut kemarahan warga Semarang. Di Semarang juga terjadi penangkapan
Mr. Wongsonegoro, Dr. Sukaryo, dan Sudanco Mirza Sidharta.
e.
16 oktober
: pertempuran terus berlanjut
f.
17 oktober
: Jepang berunding dengan Mr. Wongsonegoro
g.
18 oktober
: Ada perundingan gencatan senjata oleh KAsman Singodimejo dan Jenderal Nakamura.
Dalam perundingan ini, Jepang ingin agar senjata yang direbut segera
dikembalikan bila tidak Jepang akan meloakukan pengeboman pada tanggal 19
oktober 1945 pukul 10.00.
h.
19 oktober
: Pukul 07.45, kedatangan Sekutu di pelabuhan Semarang dengan kapal HMS Glenry
mempercepat perdamaian antara Jepang dan rakyat sehingga perang berakhir.
Akhir :
Pertempuran ini memakan korban 2.000 orang Indonesia dan 850
orang Jepang. Di antara yang gugur, termasuk dr. Kariadi dan delapan karyawan
RS Purusara.
b. Pertempuran 10
Nopember di Surabaya
Latar Belakang :
Setelah
gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris
ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur
mereda.Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara
rakyat dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokan-bentrokan bersenjata di
Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby,
(pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul
20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan
sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati jembatan Merah. Kesalah
pahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya
Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang
sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut
terkena ledakan granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali.
Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan
berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert
Manseregh untuk mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak
Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara
AFNEI dan administrasi NICA.
Proses :
Pada
10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar,
yang diawali dengan pengeboman udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya,
dan kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang,
tank, dan kapal perang. Inggris kemudian membombardir kota Surabaya dengan
meriam dari laut dar darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian
berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk.
Akhir :
Pertempuran
berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah
menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan
mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang
menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari
Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang
c. Pertempuran Medan
Area
Latar Belakang :
Pendaratan
Sekutu di kota Medan terjadi pada tanggal 9 Oktober 1945 dibawah pimpinan T.E.D
Kelly. Pendaratan tentara sekutu (Inggris) ini diikuti oleh pasukan dan NICA
yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan. Kedatangan tentara sekutu
dan NICA ternyata memancing berbagai insiden, salah satunya adalah penghinaan
orang-orang Belanda terhadap sebuah lencana merah putih.
Proses :
Pada
tanggal 13 Oktober 1945 pemuda TKR bertempur melawan Sekutu dan NICA dalam
upaya merebut dan mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dari tangan Jepang.
Iggris mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia agar menyerahkan senjata
kepada Sekutu. Ultimatum ini tidak dihiraukan. Pada tanggal 15 Desember 1945
Sekutu memasang papan yang tertuliskan “Fixed
Boundaries Medan Area" (batas resmi wilayah Medan) di berbagai
pinggiran kota Medan. Tindakan Sekutu itu merupakan tantangan bagi para pemuda.
Pada tanggal 10 Desember 1945, Sekutu dan NICA melancarkan serangan
besar-besaran terhadap kota Medan. Serangan ini menimbulkan banyak korban di
kedua belah pihak. Pada bulan April 1946, Sekutu berhasil menduduki kota Medan.
Pusat perjuangan rakyat Medan kemudian dipindahkan ke Pemantangsiantar. Untuk
melanjutkan perjuangan di Medan maka pada bulan Agustus 1946 dibentuk Komando
Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Komandan ini terus mengadakan serangan
terhadap Sekutu diwilayah Medan.
d. Pertempuran di Ambarawa
Latar Belakang :
Pada
tanggat 20 Qktober 1945, Tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell
mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang
yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diboncengi oleh NICA,
Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr
Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi
kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu
kedaulatan Republik Indonesia. Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah
sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda,
para tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan pihak
Indonesia. Insiden bersenjata timbul di kota Magelang, hingga terjadi
pertempuran.
Proses :
Di
Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara
Keamanan Rakvat dan membuat kekacauan TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol M
Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala
penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan Presiden
Soekarno yang berhasil menenangkan suasana. Kemudian pasukan Sekutu secara
diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat
peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. A Sarbini
segera mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu
tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah
pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa,
Suruh dan Surakarta.
Tentara
Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I Soerjosoempeno di Ngipik. Pada saat
pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa.
Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letkol Isdiman berusaha membebaskan kedua
desa tersebut, namun ia keburu gugur terlebih dahulu. Sejak gugurnya Letkol
Isdiman, Komandan Divisi V Banyumas, Kol. Soedirman merasa kehilangan seorang
perwira terbaiknya dan ia langsung turun ke lapangan untuk memimpin pertempuran.
Kehadiran Kol. Soedirman, memberikan napas baru kepada pasukan-pasukan RI.
Koordinasi diadakan di antara komando-komando sektor dan pengepungan terhadap
musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah serangan pendadakan serentak
di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Solo, Salatiga,
Purwokerto, Magelang, Semarang dan lain-lain
Tanggal
23 November 1945 ketika matahari mulai terbit, mulailah tembak-menembak dengan
pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja dan kerkhop Belanda di Jl.
Margo Agoeng. Pasukan Indonesia terdiri dari Yon. Imam Adrongi, Yon. Soeharto
dan Yon. Soegeng. Tentara Sekutu mengerahkan tawanan-tawanan Jepang dengan
diperkuat tanknya, menyusup ke tempat kedudukan Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan Indonesia pindah ke Bedono.
Pada
tanggal 11 Desember 1945, Kol. Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan
Sektor TKR dan Laskar. Pada tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi, serangan
mulai dilancarkan. Pembukaan serangan dimulai dari tembakan mitraliur terlebih
dahulu, kemudiar disusul oleh penembak-penembak karaben. Pertempuran berkobar
di Ambarawa. Satu setengah jam kemudian, jalan raya Semarang – Ambarawa
dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR. Pertempuran Ambarawa berlangsung sengit. Kol.
Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap
dari dua sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi
dengan pasukan induknya diputus sama sekali. Setelah bertempur selama 4 hari,
pada tanggal 15 Desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil
merebut Ambarawa dan Sekutu dibuat mundur ke Semarang.
Kemenangan
pertempuran ini kini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan Ambarawa
dan diperingatinya Hari Jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika.
e. Bandung lautan
Api
Latar Belakang :
Malam
tanggal 24 November 1945, TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan
terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di bagian utara, termasuk Hotel Homann dan
Hotel Preanger yang mereka gunakan sebagai markas. Tiga hari kemudian,
MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar Bandung Utara
dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.
Proses :
Ultimatum
Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI, TNI, kala itu)
meninggalkan kota Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi “bumi hangus”.
Para pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela bila Kota Bandung dimanfaatkan
oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumi hanguskan Bandung diambil
melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan
pihak Republik Indonesia, pada tanggal 24 Maret 1946 Kolonel Abdoel Haris
Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tersebut
dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar
penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan Kota Bandung dan malam itu
pembakaran kota berlangsung. Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat
setempat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai
markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di
udara dan semua listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang sehingga
pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa
Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat gudang_amunisi besar
milik Tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini Muhammad Toha dan Ramdan, dua
anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam misi untuk menghancurkan
gudang amunisi tersebut. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tersebut
dengan dinamit. Gudang besar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi
tersebut di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap
tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00
itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak saat itu,
kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan
TRI. Tetapi api masih membumbung
membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api.
Pembumihangusan Bandung
tersebut dianggap merupakan strategi yang tepat dalam perang Kemerdekaan
Indonesia karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan kekuatan
pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah besar. Setelah peristiwa tersebut, TRI
bersama milisi rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung.
Peristiwa ini mengilhami lagu Halo-Halo
Bandung yang nama penciptanya masih menjadi bahan perdebatan.
Akhir :
Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian
Suara Merdeka. tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu
Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung
Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat
Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi. Setelah tiba di
Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi
judul "Bandoeng Djadi Laoetan Api".
Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita
diperpendek menjadi "Bandoeng
laoetan Api”
f. Puputan Margarana
Latar Belakang :
Perang Puputan terjadi
ketika Belanda mendatangkan pasukannya di Bali dalam rangka menegakkan
berdirinya Negara Indonesia Timur. Kedatangan pasukan Belanda ini disambut
dengan perlawanan rakyat. Pada waktu staf MBO berada di desa Marga, I
Gusti Ngurah Rai memerintahkan
pasukannya untuk merebut senjata polisi NICA yang ada di Kota Tabanan. Perintah
itu dilaksanakan pada 18 November 1946 (malam hari) dan berhasil baik. Beberapa
pucuk senjata beserta pelurunya dapat direbut dan seorang komandan polisi NICA
ikut menggabungkan diri kepada pasukan Ngurah Rai. Setelah itu pasukan kembali
ke Desa Marga.
Proses :
Pada 20 November 1946
sejak pagi-pagi buta tentara Belanda mulai mengadakan pengurungan terhadap Desa
Marga. Kurang lebih pukul 10.00 pagi mulailah terjadi tembak menembak antara
pasukan NICA dengan pasukan Ngurah Rai. Pada pertempuran yang seru itu pasukan
bagian depan Belanda banyak yang mati tertembak. Oleh karena itu, Belanda segera
mendatangkan bantuan dari semua tentaranya yang berada di Bali ditambah pesawat
pengebom yang didatangkan dari Makasar. Di dalam pertempuran yang sengit itu
semua anggota pasukan Ngurah Rai bertekad tidak akan mundur sampai titik darah
penghabisan. '
Akhir :
Di dalam pertempuran
yang sengit itu semua anggota pasukan Ngurah Rai bertekad tidak akan mundur
sampai titik darah penghabisan. Di sinilah pasukan Ngurah Rai mengadakan
"Puputan" atau perang habis-habisan di desa margarana sehingga
pasukan yang berjumlah 96 orang itu
semuanya gugur, termasuk Ngurah Rai sendiri. Sebaliknya, di pihak Belanda ada
lebih kurang 400 orang yang tewas. Untuk mengenang peristiwa tersebut pada
tanggal 20 november 1946 di kenal dengan perang puputan margarana, dan kini
pada bekas arena pertempuran itu didirikan Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa.
0 komentar:
Posting Komentar